Perjalanan Pena 01: Aku dan Pertanyaanku



Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban seorang manusia dalam menjawab tantangan zaman. Dalam perspektif ilmu agama, menuntut ilmu adalah suatu kewajiban setiap manusia. Dengan ilmu seorang manusia akan lebih bermanfaat daripada yang tanpa ilmu sama sekali. Permasalahan serumit benang kusut akan mudah diluruskan dengan kafaah keilmuan yang memadai. Setiap detiknya perubahan system tata dunia terjadi, menuntut umat manusia untuk cerdas menanggapinya. Mobilisasi dan daya kreasi tinggi menjadi amunisi utama menghadapi era globalisasi. Dengan ilmu yang memadahi akan mempermudah langkah seorang manusia menuntaskan tantangan hidup.

Dimulai dari sebuah bangku kecil didalam ruangan sebesar lapangan basket aku terduduk dan terdiam untuk sementara waktu. Merenung akan berbagai hal yang selama ini seperti menghantui pikiran. Menggema tanpa sumber suara, dan pergi begitu saja. Bangku yang kududuki berada di sudut paling belakang, jauh dari penglihatan dosen pembimbing matakuliah Biologi Dasar. Ya, aku merupakan salah satu dari seribuan mahasiswa yang menginginkan gelar sarjana sains. Entah apakah ilmunya, atau gelar saja yang aku perjuangkan selama ini. Dibalik heningku aku bertanya pada diriku sendiri. Satu pertanyaan besar yang belum membuatku tenang sampai saat ini. Pertanyaan mengenai perjalanan menuntut selama ini, apakah sudah ada manfaatnya?

Aku terdiam cukup lama. Menelusuri setiap jengkal kehidupanku. Mencari ujung benang merah dimana aku mulai menitinya. Kudapatkan sekelebat bayangan singkat tentang perjalanan “Pena ku”. Ya, aku beri nama perjalanan pena karena dalam setiap perjalanan hidupku, aku habiskan untuk mengenyam pendidikan dan disitu aku selalu membawa pena, entah untuk menulis maupun corat-coret. Saat taman kanak-kanak aku mulai diperkenalkan dengan yang namanya menulis, membaca, dan menghitung. Ku jalani dengan sepenuh hati walaupun belum tahu apa manfaatnya. Hanya tertawa riang yang ku ingat hingga saat ini. 

Menginjak Sekolah Dasar, dari yang paling dasar hingga lulus kelas 6 aku mulai sedikit mengenal yang dinamakan “pena” dan aku mulai dapat menggunakannya untuk menorehkan sebuah prestasi. Prestasi, mungkin ini yang aku cari-cari. Tetapi setelah itu semua terasa lenyap begitu saja seperti asap tersapu angin, gelap gulita, entah apa yang aku perbuat dan pelajari selama 6 tahun lamanya, aku benar-benar lupa. Tapi, ah sudahlah. Berlanjut pada masa usia pubertas ku, dimana yang terlintas didalam benak ini bukan lagi kehebatan torehan pena, tetapi kehidupan hedonism yang menjadi-jadi. Memang dimasa-masa itu hormone menjadi pemegang kendali atas pembawaan sifat diriku. Tak tahu pasti rasanya, begitu saja muncul tanpa diundang. Tiga tahun lamanya menjadi sebuah buih yang terlantung-lantung diatas deburan ombak samudera, tanpa arah dan tujuan jelas. Boro-boro memaknai ilmu, mencarinya saja kadang kala ogah-ogahan. Dihujung akhir semester diri ini juga belum juga tersadar akan pertanyaan besar dalam hidup ini. 

Menapaki lagi sebuah masa dalam rangkain perjalanan penaku. Masa pancaroba untuk seseorang baru menuju dewasa. Terbesit dalam benak ini mengenai kondisi waktu itu yang penuh dengan kesenonohan dan ketidakwarasan. Entah apa penyebab semua itu, dari diri sendiri kah? Atau dari orang lain? Penaku mulai tidak berfungsi dengan semestinya. Tak lagi tangan ini mau menggenggamnya untuk mengoreskan satu buah makna tentang ilmu yang ku pelajari selama ini. Oh hampanya pikiran ini. Kosong dan gelap tanpa secercah cahaya menyinari. 

“Kletekkk”, pena teman yang jatuh tepat didepan mata membuyarkan lamunanku. Pikiranku kembali kedalam ruangan itu lagi. Melihat kedepan, dan ternyata dosen masih sibuk menerangkan materi kuliahnya. Kucoba sedikit memperhatikan dan mendengarkan dengan seksama kearah dosen. Beliau menerangkan mengenai “Dogma Sentral” salah satu kajian Biologi Molekuler yang berperan penting dalam kehidupan subunit terkecil dari maklhuk hidup, yaitu didalam sebuah sel. Disana diterangkan mengenai perjalanan sebuah sel yang mampu mempertahankan hidupnya dengan cara replikasi, transkripsi, dan translasi. Disetiap fasenya ada beberapa tahapan untuk menuju tahapan berikutnya. Apabila ada sebuah tahapan yang gagal maka akan berpengaruh pada tahapan beriktnya, dan blablabla. Seketika gambaran perjalanan hidupku terpampang jelas dihadapanku. Tentang perjalanan pena yang belum ada ujungnya, entah bagaimana caranya aku dapat sampai ditempat ini. Sebuah sel saja memiliki perjalanan hidup, apalagi dengan seorang manusia yang sejatinya ada bagian sel didalam dirinya? Dan disinilah aku sedikit tersadar mengenai hakikat perjalanan penaku selama ini. 



Bersambung . . .

0 Response to "Perjalanan Pena 01: Aku dan Pertanyaanku"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel