Perjalanan Pena 03: Ilmu dan Hakikat Teori Kehidupan



Sudah sekian lama logika dan nalar ini tidak berjalan. Dibungkam oleh ruwetnya alur dan ritme kehidupan. Kadang muncul dan hilang bagai debu di atas dipan. Selama itukah pena ini tidak menari-nari lagi. Menggurat-menggores satu-dua bait di lembaran kehidupan. Merangkai tiap-tiap makna yang syarat nilai-nilai kehidupan. Mendalami kisah-kisah kehidupan yang sudah samar, tidak jelas, dan tidak lugas. Benar-benar sulit dan dan rumit untuk dituangkan dalam sebuah kalimat. Apakah benar-benar sulit, atau sekedar pelit untuk membagi sedikit waktu dan tenaga? Ah sudahlah . . .

“Uhuk-uhuk”. Terdengar kolega yang sedari tadi duduk disampingku tersedak oleh seruputan pertama kopi hitamnya. Tak kusangka beberapa menit terakhir, pikiranku melayang-layang entah kemana. Mengingat kenangan, mencoba menerobos alam bawah sadar, mengulik sedikit kisah perjalanan yang masih terus berlangsung ini. Tak bisa dihitung jari akhir-akhir ini memang banyak yang sedang dipikirkan oleh orang yang fakir ilmu ini.

Masih ingat dibenak ini mengenai teori-teori sel yang dipelajari dari kelas Biosel beberapa waktu silam. Di dalam penjelasan saat dosen ceramah, sempat beberapa kali pikiran ini melayang ke ruang antah berantah. Mencoba merenungi kisah suatu sel yang mampu menjadi sumber hidup dari kehidupan itu sendiri. “Sel itu bersifat otonom, karena mampu mengatur kehidupannya sendiri”. 

“Sel itu banyak jenisnya, ada sel syaraf, sel darah, sel tubuh, sel kelamin dan lain-lain”. “Satu sel apabila saling bergabung dan berkomunikasi akan menjadi suatu jaringan, jaringan bergabung menjadi organ, organ bergabung menjadi sistem organ, dan sistem organ bergabung hingga membentuk 1 set individu utuh yang dikenal sebagai makhluk hidup”. Begitulah kiranya beberapa penjelasan yang terngiang dibenak tentang teori sel. Hal semacam ini yang sedikit mengganggu pikiran. Menjadi obyek perenungan mendalam dan menjadi dasar berfikir yang kritis, bahwa sifat otonom sel juga berguna apabila dapat berhubungan baik dengan sel lainnya. 

“Srrrrpppppttttt”. Ku sruput beberapa kali kopi hitam yang sudah agak dingin. Beberapa teguk kafein kopi menyelinap masuk dalam kerongkongan, memasuki rumbai-rumbai lambung, meresap jauh dalam usus dan langsung menyebar ke pusat syaraf melalui pembuluh darah. Efeknya sedikit terasa secara harfiah dan emaosional. Menyebabkan fikiran ini sedikit berputar dan mencoba untuk mengilhami teori-teori kehidupan tadi. Bayangkan saja bagaimana jadinya apabila hierarki kehidupan sel tidak hanya berujung pada terbentuknya 1 set individu? Bagaimana jadinya jika terus berkesinambungan? Individu akan bergabung dengan individu lainnya, saling berkomunikasi serta interaksi bahkan saling mengisi. Apakah itu yang sebenarnya dinamakan harmoni kehidupan?


Sungguh terlalu dini untuk disimpulkan. Membingungkan bahkan mebahayakan. Hanya analogi dan logika yang dapat merenungkan. Bukan sebagai bahan perdebatan ataupun pengkebirian. Semua hanya ilusi apabila tidak ada hal yang dapat menjadikannya sebagai kenyataan. Teori hanyalah sebuah teori, dan hipotesis adalah hipotesis semata. Kitalah pelaku sesungguhnya, sebagai obyek penderita yang dituntut untuk selalu menghamba. 


-Bersambung-

0 Response to "Perjalanan Pena 03: Ilmu dan Hakikat Teori Kehidupan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel