Perjalanan Pena 04: SURVIVAL OF THE FITTEST dalam Arti Kehidupan
“Bukankah kehidupan adalah suatu rahasia Tuhan yang sampai saat ini sangat sulit untuk dipecahkan?” Tanyaku pada buku yang tergeletak didepan meja belajar. Saat ini Aku sedang berada dipusaran para pendaras ilmu pengetahuan yang sejak tadi serius mendengarkan dosen berceramah didepan kelas. Entah apa yang sedang mereka pikirkan saat ini. Apakah mereka sedang mengayun lembut dalam ayunan dan buaian. Mengikuti setiap detil dari seluk beluk materi yang disampaikan, atau malah kosong tanpa beban.
Aku tidak yakin sama sekali apa yang sedang mereka bahkan aku pikirkan saat ini. Kita mungkin merasa aman, tentu hanya untuk saat ini, didalam pikiran kita masing-masing. Mungkin ada disebelah sana ada yang meracau ketidaknyamanan, ada yang suntuk dan kesal, malah ada yang berbahagia menikmati, bahkan ada yang hanya bersikap bodo amat dengan hal semacam ini. Tidaklah pantas bagi diri ini bersasumsi diatas asumsi orang lain atas yang mereka rasakan saat ini. Mungkin yang dilakukan benar menurut keyakinan mereka masing-masing. Toh, pada waktunya semua hal yang kita dapatkan saat ini akan menjadi sagat berarti bagi kita dikemudian hari. Aku yakin.
“krrrrrrtttt”. Seperti bunyi bangku yang terseret menggugahku dari lamunan seper sekian detik tadi. Fokus kembali kepada dosen pengajar yang sedang berceramah didepan kelas. Materi kali ini mengulas tentang salah satu bab kehidupan . . . lagi. Ya, memang tidak dapat dipungkiri, dijurusan ini selalu mempelajari seputar kehidupan. Mempelajari kehidupan yang cukup rumit alias njlimet. Sejatinya kehidupan ini memang dirasa cukup universal dan kompleks untuk dipelajari secara detil. Seperti yang kita pelajari kehidupan yang ada saat ini mempunyai tingkatan atau strata, dari tingkat tertinggi hingga yang paling rendah. Dari semuanya paling hanya dapat dipelajari sepersekian bagiannya saja. Tidak mungkin semuanya dapat dipelajari sekaligus. Sekaliber professor saja hanya baru dapat mempelajari satu topik secara mendetil, belum topik-topik lainnya dan itu adalah fakta. Mungkin bisa saja, tapi perlu waktu yang sangat lama dengan ditunjang kapasitas memori otak yang tidak terbatas tentunya. Kita sebagai manusia sadar baru dapat mempelajari ilmu yang amat sangat sedikit, ibarat setetes air dari luasnya samudera.
Sudah lah keterbatasan ini bukanlah halangan akan tetapi dapat sebagai bahan renungan dan patut untuk diperjuangkan. Seperti halnya awal mula kehidupan ini, penuh perjuangan dan kompetisi. Jutaan bahkan milyaran sel yang dikeluarkan pejantan saat mencapai puncah birahi, hanya ada beberapa sel yang terbaik yang berkesempatan membuahi sel telur betina. Hasil pembuahan menghasilkan offspring baru yang tumbuh menjadi individu. Tidak hanya sampai disitu saja, perjuangan untuk hidup ternyata baru saja dimulai. Offspring baru yang tumbuh masih sangat rapuh, butuh penyesuaian dengan kondisi lingkungan sekitar. Berlomba dengan keterbatasan dan lingkungan sekitar. Tidak pandang buluh mana lawan mana kawan, mana saudara mana tetangga. Siapa yang paling kuat dia yang akan hidup dan melanjutkan kehidupan. “Survival of the fittest will begin”. Begitulah pepatah ilmuan dahulu yang disampaikan oleh dosen pengajar saat menutup ceramahnya sore ini.
Beberapa dari kami tertegun saat mendengar kalimat penutup itu. Menggoncang sekali lagi alam bawah sadar, dan secara otomatis merespon perasaan untuk menolak. Dalam benak pikiran mulai bertanya-tanya, “Apakah kehidupan ini selalau didasari dengan kompetisi?”. “Bukankah lebih baik saling bekerja Bersama, saling bahu-membahu, dan saling mengulurkan tangan?” Sejenak buku- yang sedari tadi ternganga didepan muka mulai bergeser halamannya. Tidak ada lagi . . . tidak ada lagi penjelasan mengenai hal ini. Mungkin belum ada sampai saat ini . . .
-Bersambung-
Posting Komentar untuk "Perjalanan Pena 04: SURVIVAL OF THE FITTEST dalam Arti Kehidupan"